Slider[Style1]

Style2

Style3[OneLeft]

Style3[OneRight]

Style4

Style5

(Foto Temamano Zebua)
Berdasarkan Pasal 64 UU Ketenagakerjaan yang berbunyi:
Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.


Penyediaan Jasa Pekerja.
Pada dasarnya Perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh adalah perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan (user) dengan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang memuat hak dan kewajiban para pihak. Perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh adalah perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang memuat hak dan kewajiban para pihak. Penyediaan Jasa Pekerja dilakukan dengan perintah langsung dari perusahaan yang menggunakan jasa pekerja dan kualifikasi pekerjanya ditentukan oleh perusahaan yang menggunakan jasa pekerja (user). Penyediaan Jasa Pekerja Pekerjanya bekerja langsung di tempat user dan kualifikasi pekerja ditentukan oleh user.


Contoh : PT. SAMA BAIK adalah perusahaan yang bergerak dibidang Perkebunan dan menjalin kerjasama dengan sebuah perusahaan yang bergerak sebagai Penyediaan Jasa Pekerja/ penyalur tenaga kerja untuk menunjang kegiatan produksi. PT. SIAP PERINTAH adalah perusahaan yang bergerak sebagai penyediaan jasa pekerja. Sehingga, PT. SAMA BAIK adalah Pemberi Perintah dan PT. SIAP PERINTAH adalah penerima perintah. Dengan kata lain PT. SAMA BAIK memberi tugas kepada PT. SIAP PERINTAH (bisa dikatakan sebagai kontraktor) untuk menunjang kegiatan produksi di perusahaan.


Pada Perjanjian Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh, setidaknya ada 2 (dua) pihak dalam perjanjian, yaitu:
a.  Perusahaan pemberi pekerjaan, yaitu perusahaan yang menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaannya kepada perusahaan penerima pemborongan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
b.  Perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh, yaitu perusahaan yang berbentuk badan hukum yang memenuhi syarat untuk melaksanakan kegiatan jasa penunjang perusahaan pemberi pekerjaan
.


UU No. 13/2003  mengatur secara khusus tentang penyerahan pekerjaan-pekerjaan borongan yang bersifat continue (terus-menerus ada) dan dikerjakan oleh pekerja/buruh perusahaan penerima pemborongan (vendor) atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh (service provider) yang menyatu dengan karyawan perusahaan pemberi pekerjaan atau perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh (user) dalam satu proses produksi untuk pelaksanaan pekerjaan suatu jenis produk yang sama dan/atau pada tempat kerja yang sama.

Dalam Pasal 64 UU No. 13/2003 disebutkan, suatu perusahaan (user) dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya (vendor/service provider) melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.

Penyerahan pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dalam Pasal 64 UU No. 13/2003 adalah pekerjaan yang bersifat continue dan/atau terus menerus ada, serta bersifat tetap. Pekerjaan dimaksud dibedakan atas kegiatan-kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi (barang/jasa), yang dalam undang-undang disebut dengan “kegiatan penunjang” [vide Pasal 65 ayat (2) huruf c UU No. 13/2003], dan kegiatan-kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi, atau dalam undang-undang disebut “kegiatan jasa penunjang” [lihat Pasal 66 ayat (1) UU No. 13/2003].
Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja (user/Pemberi kerja) dengan perusahaan penyediaan jasa pekerja wajib memuat pasal tentang upah. Hal ini sesuai dengan pasal 1 ayat 4 dan Pasal 54 ayat 1 huruf e UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal 1 ayat 4  berbunyi : “Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.” Pasal 54 ayat 1 huruf e : “Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya memuat: besarnya upah dan cara pembayarannya.”

Pada intinya adalah pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak dimaksudkan untuk pekerjaan yang berhubungan langsung dengan proses produksi saat bekerja pada perusahaan pemberi kerja, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.


Pemborongan Pekerjaan.
Perjanjian pemborongan pekerjaan adalah perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penerima pemborongan yang memuat hak dan kewajiban para pihak.
Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan melalui pemborongan pekerjaan diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya. Hubungan kerja ini dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), dengan ketentuan, perjanjian kerja waktu tertentu harus memuat adanya pengalihan perlindungan hak-hak pekerja yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja.

Apabila ketentuan tentang syarat-syarat pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain dan ketentuan tentang kewajiban perusahaan lain tersebut berbadan hukum tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011 yang mengatur bahwa frasa “…perjanjian kerja untuk waktu tertentu” dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b UU Ketenagakerjaan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.


Dasar Hukum
  • Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
  • Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 27 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain.
  • Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011.
  • Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain.




Bagikan :


Top