Slider[Style1]

Style2

Style3[OneLeft]

Style3[OneRight]

Style4

Style5

Pengancaman yang dilakukan oleh pimpinan Anda, terlepas dari keinginannya untuk meminjam uang perusahaannya sendiri, dilarang dalam Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013 (hal. 39) yang berbunyi: 

1. Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:

  1. barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain;
     
  2. barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.

2. Dalam hal sebagaimana dirumuskan dalam butir 2, kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena.

Lebih lanjut, sebagaimana diuraikan R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal (hal. 238-239), yang harus dibuktikan dalam pasal ini adalah:
  • bahwa ada orang yang dengan melawan hak dipaksa untuk melakukan sesuatu, tidak melakukan sesuatu, atau membiarkan sesuatu;
  • paksaan ini dilakukan dengan memakai kekerasan, ataupun ancaman kekerasan, ancaman perbuatan lain, atau ancaman perbuatan lain, baik terhadap orang itu maupun terhadap orang lain.

Berdasarkan pemaparan di atas, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa tindakan pimpinan Anda merupakan suatu tindakan pidana yang dapat dikenai sanksi pidana.


Pengancaman dalam Lingkungan Kerja
Lebih lanjut, dalam Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) disebutkan bahwa:

Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
  • keselamatan dan kesehatan kerja;
  • moral dan kesusilaan, dan
  • perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
 ( Foto : republika.co.id )

Selain itu, pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam pekerja/buruh.[1] Kedua pasal di atas dengan tegas menunjukkan bahwa pimpinan (pengusaha) tidak boleh mengancam pekerjanya atau memperlakukan pekerjanya dengan cara yang tidak baik, karena hal tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia.

Atas pemutusan hubungan kerja dengan alasan tersebut, pekerja/buruh berhak mendapat uang pesangon dua kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, uang penghargaan masa kerja satu kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) UU Ketenagakerjaan, dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) UU Ketenagakerjaan.[2]
 
Hak-hak tersebut dapat Anda terima jika lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial mengabulkan permohonan pemutusan hubungan kerja Anda. Namun apabila pengusaha dinyatakan tidak melakukan penganiayaan, penghinaan secara kasar, atau pengancaman pekerja/buruh oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Pekerja/buruh yang bersangkutan tidak berhak atas uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja.[3]

Dengan demikian, sebelum mengajukan pemutusan hubungan kerja, Anda perlu mempertimbangkan dengan matang ketentuan Pasal 169 ayat (3) UU Ketenagakerjaan di atas. Saran kami, Anda harus membuat permohonan pemutusan hubungan kerja secara benar dan lengkap serta menyertakan seluruh bukti-bukti yang ada. Bukti-bukti tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya di hadapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial agar dapat dikabulkan.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:
  • Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
  • Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Putusan:
  • Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013.

Referensi:
R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal. Bogor: Politeia, 1994.

[1] Pasal 169 ayat (1) huruf a UU Ketenagakerjaan
[2] Pasal 169 ayat (2) jo. Pasal 169 ayat (1) huruf a UU Ketenagakerjaan
[3] Pasal 169 ayat (3) jo. Pasal 169 ayat (1) huruf a UU Ketenagakerjaan


Sumber : Hukumonline

Bagikan :

Tidak ada komentar:

Post a Comment


Top