UU Cipta Kerja mengubah beberapa ketentuan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan :
1. Pelatihan Kerja. Lembaga pelatihan kerja swasta wajib memperoleh izin atau mendaftar ke instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota. Dan apabila ada penyertaan modal asing maka perizinan berusaha diterbitkan pemerintah pusat.
2. penempatan tenaga kerja. Lembaga penempatan tenaga kerja swasta harus memenuhi perizinan berusaha dengan memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah pusat yang diatur lebih lanjut dalam PP No.5 Tahun 2021 dan Permenaker No.6 Tahun 2021.
3. Penggunaan tenaga kerja asing (TKA). Sekarang pemberi kerja yang mempekerjakan TKA wajib memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) yang disahkan pemerintah pusat, dikecualikan pada penelitian untuk jangka waktu tertentu.
4. Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Jika terjadi pelanggaran terkait jenis pekerjaan, jangka waktu dan perpanjangan atau pembaharuan PKWT, maka sanksi berupa peralihan PKWT menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT). PKWTT merupakan perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan Kerja yang bersifat tetap, tidak ada batasan waktu atau bahasa umumnya Karyawan Tetap. UU Ketenagakerjaan melarang masa percobaan dalam mekanisme PKWT. Hal tersebut juga diatur dalam UU Cipta Kerja dan ditegaskan selain masa percobaan itu batal demi hukum, masa kerja tersebut tetap dihitung. Hal baru yang diatur UU Cipta Kerja yakni adanya kompensasi bagi buruh pada saat berakhirnya PKWT atau selesainya suatu pekerjaan tertentu.
5. Outosurcing. Ketentuan alih daya dalam UU Cipta Kerja mengadopsi putusan MK yang intinya pengalihan perlindungan hak pekerja jika terjadi pergantian perusahaan alih daya dan selama objek pekerjaannya tetap ada. UU Cipta Kerja mengatur lebih tegas soal tanggung jawab perusahaan alih daya terhadap perlindungan pekerja baik upah, kesejahteraan, syarat kerja, dan perselisihan yang timbul.
6. waktu kerja, waktu istirahat, dan cuti. Dalam UU Cipta Kerja yakni jam kerja lembur yang tadinya dilakukan paling banyak 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam 1 minggu menjadi 4 jam per hari dan 18 jam per minggu. UU Cipta Kerja tidak mengatur soal waktu istirahat panjang dan diserahkan pengaturannya dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
7. Upah. UU Cipta Kerja masih mengatur upah minimum provinsi dan upah minimum kabupaten/kota, tapi menghapus upah minimum sektoral. UU Cipta Kerja juga mengatur upah minimum untuk usaha mikro dan kecil ditetapkan berdasarkan kesepakatan pengusaha dan pekerja. Soal struktur dan skala upah, UU Cipta Kerja mengatur pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dan melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas.
8. PHK. Dalam UU Cipta Kerja pemberi kerja harus memberitahukan maksud dan alasan PHK kepada pekerja dan/atau serikat pekerja. Jika pekerja tidak menolak pemberitahuan itu, maka PHK itu bisa dilakukan. Tapi jika pekerja menolak maka dilakukan perindingan bipartit dan jika tidak mencapai kesepakatan, maka berlanjut sesuai mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Lewat UU Cipta Kerja, Berikut Perubahan UUK 13 Tahun 2003

Tagged with: Buruh Cipta Kerja
Tidak ada komentar: